”Sungguh telah ada dari umat-umat sebelum kamu para pembaharu, dan jika ada pembaharu dari umatku niscaya ‘Umarlah orangnya”. (HR. Ibni Abi Syaibah)
Awal Keislaman
Memasuki tahun ke-5 kenabian Muhammad SAW, seorang pemuda perkasa 27 tahun dengan pedang siaga disampingnya dan langkah pasti mencari Nabi untuk membunuhnya. Terlihat ada kebencian yang begitu besar kepada Nabi dan agama baru yang didakwahkan beliau. Diperjalanannya, ia bertemu dengan Nu’aim bin Abdullah yang langsung menanyakan urusannya saat itu. Mengetahui penjelasan pemuda tersebut yang hendak membunuh nabi, Nu’aim mengatakan bahwa sebaiknya dia mengurusi keluarganya, adik yang disayanginya, Fathimah binti Khattab telah memeluk islam. Dengan amarah yang ditahan, pemuda itu balik mencari adiknya tersebut. Didapati dirumah Fathimah, adiknya itu sedang membaca alqur’an bersama suaminya, Said bin Zaid (salah satu dar 10 sahabat yang dijamin masuk surga), mereka sedang diajari alqur’an oleh sahabat Khabab bin Art. Karena geram dengan keislaman mereka, Pemuda kuat itu menampar adiknya dan menganiaya Said. Karena keteguhan mereka dan kedahsyatan alqur’an yang dibacanya (awal surat Thaha), membuat pemuda ini tersentuh, segera mendatangi Nabi di Darul Arqam dan langsung menyatakan keislamannya. Inilah awal datangnya hidayah Allah kepada pemuda perkasa yang tidak lain adalah Umar bin Khattab. Dengan demikian, telah terkabullah doa Nabi SAW.
اللَّهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلَامَ بِأَحَبِّ هَذَيْنِ الرَّجُلَيْنِ إِلَيْكَ بِأَبِي جَهْلٍ أَوْ بِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
“Ya Allah, kuatkanlah islam dengan salah satu dari dua orang yang lebih Engkau cintai, dengan Abu Jahal atau Umar bin Al Khattab (HR. Tirmidzi)”.
Dan Allah lebih memilih Umar untuk menjadikan islam lebih kuat dan lebih berjaya.
Mendakwahkan Islam Terang-Terangan
Masuknya Umar kedalam barisan orang-orang yang beriman, membawa dampak dakwah islam yang lebih luas dan terbuka. Tanpa ada rasa takut, Umar mendatangi beberapa petinggi Quraish yang sebelumnya justru memerintahkannya untuk membunuh Muhammad SAW. Salah satunya adalah Abu Jahal, pamannya sendiri. Hal ini tentunya membuat mereka semakin khawatir dengan semakin berkembangnya agama islam. Umar juga mendatangi tempat tempat berkumpulnya rekan-rekan jahiliyahnya untuk mengajak mereka masuk islam. Bahkan Umar secara langsung meminta kepada Nabi SAW untuk mendakwahkan islam secara terang-terangan. Dan tidak berselang lama, turun surat Al Hijr ayat 94 mempertegas untuk melakukan dakwah secara terbuka. Atas firman Allah ini, keluarlah kaum muslimin dari rumah Arqam dalam dua barisan, satu dipimpin Umar dan yang lain dipimpin Hamzah, bergerak menuju Ka’bah. Di depan Ka’bah, Rasulullah memimpin kaum muslimin beribadah disaksikan orang-orang kafir Quraish. Setelah ibadah pertama kali di Ka’bah itulah Rasul memberikan julukan Al Faruq kepada Umar bin Khattab.
Ibnu ‘Asakir dalam hal ini telah meriwayatkan dari Ali, dia berkata,” Aku tidak mengetahui seorangpun yang hijrah dengan sembunyi-sembunyi kecuali Umar bin Khattab melakukan dengan terang-terangan”. Dimana Umar seraya menyandang pedang dan busur anak panahnya di pundak lalu dia mendatangi Ka’bah, dimana kaum Quraisy sedang berada di halamannya, lalu ia melakukan thawaf sebanyak 7 kali dan mengerjakan shalat 2 rakaat di maqam Ibrahim. Kemudian ia mendatangi perkumpulan mereka dan berkata,” Barang siapa orang yang ibunya merelakan kematiannya, anaknya mau menjadi yatim dan istrinya menjadi janda, maka temuilah aku di belakang lembah itu”.
Ekspansi dan Penataan Peradaban Islam
Umar bin Khattab masuk Islam pada usia 27 tahun. Dengan masuknya Umar kedalam islam, pilar keislaman semakin bertambah teguh dan kuat. Umar senantiasa mengiringi dakwah dan perjuangan Nabi SAW hingga akhir hayat beliau. Ba’da wafatnya Nabi, Abu Bakar di bai’at oleh sahabat dan kaum muslimin untuk menjadi Khalifah memimpin perjuangan umat islam sepeninggal Nabi. Setelah Abu Bakar wafat pada tahun 13 H (634 M.), Umar secara aklamasi terpilih untuk menjadi khalifah mengganti Abu Bakar. Umar menjadi khalifah kedua selama kurang lebih 10 tahun (13-23 H/634-644 M.). Selama kekhalifahan Umar Bin Khattab, kedaulatan islam semakin kuat dan luas:
- Dimasa pengembangan Islam, ada 2 negara adidaya yang menguasai belahan dunia: Romawi dan Persia. Khalifah Umar dan tentara muslimin melakukan ekspansi perluasan Islam hingga ke Syam (Syiria) dan menguasai ibukotanya, yaitu Damaskus. juga menakhlukkan Baitul Muqaddas, ibukota Palestina, serta mengambil alih Mesir, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium). Umat Islam juga mengambil alih Mesopotamia (Iraq) dan sebagian Persia (Iran) dari tangan dinasti Sassanid Persia dalam pertempuran Kadisia (16 H/636 M) dan mampu melumpuhkan ibu negeri Kerajaan Persia, yaitu kota Madain. Pada pertempuran itu, jenderal pasukan Islam Sa`ad bin Abi Waqqas mengalahkan pasukan Sassanid dan berhasil membunuh jenderal Persia yang terkenal, Rustam Farrukhzad. Dan puncak dari kehancuran Persia adalah dalam pertempuran di Nahawand (21 H./642 M.). Pasukan Persia yang mencapai lebih dari seratus lima puluh ribu tentara itu mampu dikalahkan melalui peperangan yang dahsyat dan penting yang disebut dengan peperangan ‘Fathul Futuh’. Atas kekalahan ini, raja Kisra Yazdajird III (yang dulu pernah menyobek surat da’wah Nabi) melarikan diri dan terbunuh dalam pelariannya, dan berakhir sudah kedaulatan Persia.
- Khalifah Umar dengan wilayah kedaulatan yang begitu luas itu, membuat strategi pengaturan wilayah dengan membagi menjadi beberapa Propinsi dengan ibukota baru seperti Kufah, Basrah (di Irak) dan Fusthath (di Mesir), dan mengangkat seorang Wali (gubernur) di tiap wilayah tersebut untuk mengurusnya.
- Membentuk dewan-dewan, seperti baitul mal (bendaharawan negara) yang mengatur masuk keluarnya uang dan dewan angkatan perang yang bertugas menulis nama-nama tentara dan mengatur gaji mereka.
- Menetapkan tahun hijriyah sebagai tahun Islam.
- Melakukan penghapusan perbudakan, pembangunan kota, sekolah dan fasilitas umum.
- Menjadikan shalat tarawih di bulan ramadhan dikerjakan secara berjamaah.
- Mengatur urusan kehakiman dalam islam.
- Menggalakkan kegiatan keilmuan dan pelajaran serta mengembangkan pelajaran Al Quran. Umat Islam juga diwajibkan menghafal surah-surah tertentu didalam Al Quran seperti surah Al Baqarah, An Nisa, Al Maidah dan sebagainya.
- Melakukan Pembaharuan Bidang Ekonomi denga memajukan sistem pertanian
dengan mewujudkan terusan untuk memajukan sistem pertanian, seperti Terusan Amirul Mukminin yang menghubungkan Sungai Nil dengan Laut Merah sepanjang 69 batu dari bandar Fustat. Di Iraq beliau juga telah membina Empangan Abu Musa yang menyambungkan Sungai Dujlah (Tigres) dengan bandar Basrah. Juga telah dilakukan survey kajian tanah untuk meningkatkan tanaman-tanaman yang bermutu.
Rakyat juga digalakkan untuk membuka tanah-tanah baru dalam rangka meningkatkan hasil pertanian. Begitu juga beliau juga telah mengadakan sistem cukai untuk menambah pendapatan negara. - Tidak hanya itu, Umar bin Khattab dimasa kekhalifahan Abu Bakar, telah mengusulkan untuk mengumpulkan dan membukukan Al Qur’an yang masih terserak di lembar-lembar yang terpisah dan di hati para penghafal Al Qur’an.
Umar bin Khattab juga melakukan banyak hal berkaitan dengan reformasi secara administratif dan mengontrol dari dekat kebijakan publik, termasuk membangun sistem administrasi untuk daerah yang baru ditaklukkan. Ia juga memerintahkan diselenggarakannya sensus di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Tahun 638, ia memerintahkan unctuk memperluas dan merenovasi Masjidil Haram di Mekkah dan Masjid Nabawi di Madinah. Ia juga memulai proses kodifikasi hukum Islam.
Khalifah Yang Tegas dan Zuhud
Nama lengkapnya adalah Umar bin Khatthab bin Nufail bin Abdul Uzza Al Quraisy, dia lahir pada tahun 583 M dari Bani Adi, dilahirkan sesudah 13 tahun dari kelahiran Nabi. Wajahnya tampan dan gagah, tangan dan kakinya berotot dan dikaruniai tubuh yang tinggi dan besar, bahkan untuk ukuran orang Arab sekalipun. Kalau ditengah-tengah keramaian, maka sangat gampang mencari Umar karena pundak sampai kepalanya tersembul di antara orang-orang di sekitarnya. Tidak hanya itu, Umar memiliki tenaga yang kuat yang menurut riwayat sama dengan kekuatan 20 orang dewasa saat itu. Umar adalah juara langganan gulat di semacam pasar malam yang merupakan tradisi di Mekkah saat itu. Ayahnya mendidik Umar dengan keras, tegas, dan disiplin. Umar adalah sosok yang terkenal cerdas dan paling keras wataknya di kalangan pemuda Quraisy. Selain itu, Umar memiliki rasa setia kawan yang tinggi. Kepeduliannya kepada keluarga dan teman-temannya menjadikan dia sebagai seorang teman terbaik dan musuh paling menakutkan, tidak ada orang yang ingin berada di pihak yang bertentangan dengan Umar. Umar adalah satu-satunya orang yang selalu siap berperang kapan dan di mana saja.
Ayah Umar adalah Khattab bin Nufail, seorang yang dipandang di keluarga ‘Adi. Ibunya adalah Khantamah binti Hisham bin Mughirah. Mughirah adalah salah satu tokoh penting suku Quraish, dia sering memimpin pasukan Qurasih dalam peperangan. Sementara anaknya, Hisam bin Mughirah, adalah kakek Umar dan juga kakek Khalid bin Walid, jenderal perang kafir Quraisy yang memimpin mengalahkan pasukan muslim di perang Uhud dan kemudian pada akhirnya menerima hidayah Islam. Jadi, Umar bin Khattab dan Khalid bin Walid adalah saudara sepupu. Khantamah punya seorang saudara laki-laki, bernama Amr bin Hisyam bin Mughirah atau lebih dikenal dengan Abu Jahal, jadi Abu Jahal adalah paman Umar. Salah satu saudara perempuannya adalah Ummi Salma, yang kemudian menjadi istri Rasulullah SAW.
Pada masa jahiliyyah ia sering melakukan kemunkaran dan kefasikan.Telah disebutkan juga dalam sebuah cerita bahwa ia pernah membuat berhala dari kurma dan menjadikannya sebagai sesembahannya. Ketika ia merasa lapar, ia pun memakannya. Ketika berhala itu telah masuk ke dalam perutnya, ia merasa malu, bahkan, ia lebih merasa malu ketika ia mengeluarkannya.
Tatkala menjadi Khalifah, ada seorang pemuda dan mendatanginya dan bertanya, “Wahai Amirul Mukminin! Bukankah engkau pernah berbuat demikian. Apakah engkau tidak tidak memiliki akal?”. Dia lantas menjawab, “ Wahai anakku, ketika itu kami memiliki akal, tetapi kami tidak memiliki hidayah.”
Selama menjadi khalifah, ia tak kalah zuhud dengan pendahulunya, Abu Bakar. Sebelum menjadi khalifah, Umar Bin Khattab adalah seorang suadagar yang mencari nafkah buat dirinya dan keuarganya dengan cara berniaga. Namun setelah menjadi khalifah waktunya habis untuk tugas kenegaraan. Ia mendapat santunan dari baitul maal sekedar mengongkosi dirinya dan keluarganya secara sederhana.
Pernah suatu saat, para sahabat, di antaranya Ali, Utsman, Zubair, dan Thalhah dalam suatu majelis membicarakan usulan agar tunjangan Khalifah Umar bin Khatthab ditambah, karena sepertinya tunjangan itu terlalu kecil. Mereka sepakat untuk merundingkannya dengan Umar dan meminta kepadanya agar dia menaikkan gaji serta tunjangannya. Namun akhirnya para sahabat mengurungkan niatnya sebab mereka sama-sama maklum bahwa mengenai masalah ini, khususnya Umar Bin Khattab adalah seorang yang amat keras dan mudah naik darah. Akhirnya, mereka bersepakat untuk meminta bantuan Hafshah, salah seorang istri Nabi saw., yang tidak lain adalah putri Khalifah Umar ra sendiri. Ummul Mukminin Hafshah kemudian menyampaikan usul tersebut kepada ayahnya, Umar ra. Mendengar itu, Khalifah Umar ra. bukannya senang, beliau tampak marah. Beliau berkata, “Siapa yang telah mengutusmu untuk mengajukan usulan itu. Seandainya aku tahu nama-nama mereka, aku akan memukul wajah-wajah mereka!” Khalifah Umar ra. kemudian berkata, “Sekarang, ceritakan kepadaku pakaian Nabi saw. yang paling baik yang ada di rumahmu.”
“Beliau memiliki sepasang pakaian berwarna merah yang dipakai setiap hari Jumat dan ketika menerima tamu,” jawab Hafshah. Umar bertanya lagi, “Makanan apa yang paling lezat yang pernah dimakan oleh Rasulullah saw. di rumahmu?. Hafshah menjawab, “Roti yang terbuat dari tepung kasar yang dicelupkan ke dalam minyak…,” Umar bertanya lagi, “Alas tidur apa yang paling baik yang pernah digunakan Rasulullah saw. di rumahmu?”
“Sehelai kain, yang pada musim panas dilipat empat dan pada musim dingin dilipat dua; separuh untuk alas tidurnya dan separuh lagi untuk selimut,” jawab Hafshah lagi.
Khalifah Umar ra. lalu berkata, “Sekarang, pergilah. Katakan kepada mereka, Rasulullah SAW telah mencontohkan pola hidup sederhana, merasa cukup dengan apa yang ada demi meraih kebahagiaan akhirat. Aku tentu akan mengikuti teladan beliau….”
Dikisahkan pula datang seorang utusan Romawi tengah mencari istana Khalifah Umar bin Khattab untuk sebuah urusan. Setelah beberapa saat tak menemukan istana tersebut, ia akhirnya bertanya kepada orang-orang. Saat ia menanyakan di mana istananya, mereka menjawab: “Ia tidak punya istana.” Lalu, ia bertanya di mana bentengnya. “Tidak ada,” jawab mereka. Kemudian, mereka menunjukkan rumah Sang Khalifah yang terlihat seperti rumah kaum tak berpunya. Lantas, ia mendatanginya dan menanyakan keberadaan Amirul Mukminin. Alangkah terkejutnya ia saat mendengar jawaban dari keluarga Umar: “Itu dia di sana sedang tertidur di bawah pohon.”
Umar bin Khattab memiliki tiga julukan. Dua diantaranya diberikan oleh Nabi SAW, yaitu Abu Hafsh karena kegagahan dan keberaniannya dan Al-Faruq, sang pembeda antara haq dan bathil. Sedangkan yang ketiga adalah Amirul Mukminin, pemimpin orang-orang beriman.
Khalifah Umar terhadap para gubernur yang menjadi walinya diwilayah-wilayah kekuasan islam senantiasa mengingatkan mereka: “Ingatlah, saya mengangkat Anda bukan untuk memerintah rakyat, tapi agar Anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani Anda.”
Menjelang akhir kepemimpinan Umar, Ustman bin Affan pernah mengatakan, “Sungguh, sikapmu telah sangat memberatkan siapapun khalifah penggantimu kelak.”
Umar bin khattab meninggal dalam usia 63 setelah memerintah 10 tahun 6 bulan, ditikam oleh Abu Lukluk (Fairuz), seorang budak yang fanatik pada saat ia akan memimpin salat Subuh. Fairuz adalah orang Persia yang masuk Islam setelah Persia ditaklukkan Umar. Pembunuhan ini konon dilatarbelakangi dendam pribadi Abu Lukluk (Fairuz) terhadap Umar. Fairuz merasa sakit hati atas kekalahan Persia oleh Umar, yang saat itu merupakan negara adidaya. Peristiwa ini terjadi pada hari Rabu, 25 Dzulhijjah 23 H/644 M.
Setelah kematiannya jabatan khalifah dipegang oleh Usman bin Affan.
Wallahu A’lam. *)
*) Oleh Muh. Musyafak, S.Ag. (Kepala SDIT Al Ibrah )
(Dari berbagai sumber)