STOP BULLYING !!! BULLYING MERUSAK GENERASI

Oleh : Muhammad Janan (Kadiv. Humas Yayasan Al Ibrah)

Tulisan ini saya awali dengan kisah nyata yang diceritakan oleh Ketua Umum  Yayasan Al Ibrah, Bapak H. Sigit Gunawan, ST., saat berkunjung ke kantor TPH Yayasan.

Anak itu, panggil saja Fadhil (nama samaran) menyampaikan kepada kedua orangtuanya untuk melanjutkan ke pesantren yang ada hafalan Al Qurannya. Sang Abi dan Umi pun menyarankan untuk ke Indonesia. Karena di Qatar tempat mereka tinggal sulit ditemukan pesantren yang menghafal Al Quran.

“Kalo pingin menghafal Al Quran, ya mas harus ke Indonesia,” kata umi Fadhil.

Setelah mereka sepakati bersama, keluarga tersebut akhirnya  pulang ke Indonesia. Sebenarnya mereka adalah WNI yang memang karena urusan kerja sang abi,  mereka harus tinggal di Qatar.

Mulailah Fadhil dimasukkan di salah satu pesantren Quran di Jawa Tengah. Maaf kami sengaja tidak menyebutkan nama pesantrennya. Setelah menitipkan putranya di pesantren tersebut kedua orangtua ini kembali ke Qatar. Untuk segala urusan putranya di pesantren, kunjungan atau pertemuan wali santri, semuanya diserahkan ke familinya yang ada di Jawa Tengah.

Selama “mondok”, Fadhil termasuk anak yang rajin beribadah, bahkan hafalan Al Qurannya pun cukup bagus. Mungkin setahun sekali, kedua orangtuanya harus ke Indonesia untuk menjenguk putranya selama di pesantren.

Kedua orangtua tampak bahagia melihat perkembangan putranya. Ibadahnya cukup bagus. Akhlaknya pun jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya. Hafalan Al Quran juga sudah beberapa juz ia kuasai dengan baik. Harapan besar putranya menjadi seorang dai sudah tampak di depan mata.

Namun..

Pada kunjungan tahun  kedua, kedua orangtua ini menemukan keanehan. Ada perubahan pada diri sang anak. Fadhil yang biasa ceria dan bahagia saat berjumpa dengan abi dan uminya, sekarang lebih pendiam dan murung. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan.

Suatu ketika uminya pun menanyakan hal itu ke Fadhil. Fadhil  tampak sedih dan ketakutan.

“Ada apa dengan anakku?” heran dan penuh tanya dari hati sang umi.

Pernah suatu kejadian saat uminya sholat dan membaca Al Quran, Fadhil datang mendekati uminya dan melarang uminya untuk tidak sholat dan tidak membaca Al Quran.

Sang umi pun kaget bukan main.. Bagaimana mungkin, anak yang selama ini ia anggap shalih tiba-tiba melarangnya sholat dan membaca Al Quran.

“Kenapa mas Fadhil melarang umi sholat dan membaca Al Quran? Tanya sang umi.

Fadhil masih terdiam.

“Fadhil takut klo  umi  sholat dan membaca Al Quran nanti dipukuli orang” jawabnya.

“Emangnya siapa yang mukul orang sholat, Mas? Tanya sang umi heran.

“Teman-teman di pondok Fadhil, Mi. Pokoknya umi jangan sholat ya..jangan baca Al Quran.. nanti dipukuli seperti Fadhil”

Jawaban Fadhil yang spontan dan terlihat wajah penuh ketakutan itu membuat sang Umi tercengang heran..

“Ada apa…???!!!”

Umi Fadhil pun mencoba mencari waktu yang tepat untuk bertanya kepada putranya agar  dapat menemukan jawabannya.

Suatu ketika, saat mereka berkumpul bersama, sang umi mencoba bertanya kepada Fadhil tentang pengalamannya selama  di pesantren.

“Mas fadhil, Umi pingin dengar cerita dari mas Fadhil selama mas Fadhil di pondok. Pasti seru dan menyenangkan, kan?”

Fadhil pun tetap terdiam..

“Mas…, ayo cerita dong..” desak uminya.

“Ndak. Fadhil ga’ mau cerita. Fadhil takut..”

“Takut..?” uminya heran. “Takut siapa?”

“Takut , ntar kalo Fadhil cerita, fadhil akan dipukuli sama teman-teman Fadhil, Mi.” Jelas Fadhil, sambil terus dengan ekspresi ketakutan.

Sang umi semakin yakin, bahwa putranya sedang mengalami depresi. ada hal besar yang dialami putranya. Hal yang dirasa tidak baik-baik saja.

Akhirnya kedua orangtua Fadhil  memutuskan untuk berkonsultasi  atas perubahan perilaku putranya ke psikolog. Dari analisa disimpulkan bahwa Fadhil mengalami gangguan mental yang cukup berat. Dan ini itu terjadi selama ia di pesantren.

Sang orangtua pun semakin yakin bahwa satu tahun terakhir ini Fadhil mengalami hal-hal yang tidak baik. Tapi apa? Kedua orangtua bersikeras ingin menemukan jawabannya langsung dari cerita Fadhil.

Pada suatu hari, sang umi menanyakan hal itu kembali kepada Fadhil dan mencoba untuk meyakinkan Fadhil bahwa akan baik-baik saja.

Akhirnya Fadhil pun menceritakan, saat teman di pondoknya berbuat ulah yang tidak baik, Fadhil mencoba mengingatkan temannya. Bukan malah sadar, namun temannya semakin menjaili dan berbuat kasar kepada Fadhil.

Suatu ketika temannya  yang jail itu bersama kelompoknya menghajarnya di suatu ruangan yang sepi dan tidak ada teman serta gurunya. Karena waktu itu Fadhil bermaksud mengambil Al Qurannya yang tertinggal di kelas. Saat temannya mengetahui dia masuk sendirian, dan melihat kondisi sepi, mereka buru-buru mengikuti Fadhil ke ruangan tersebut, hingga terjadi pengeroyokan. Setelah puas melampiaskan maksudnya, mereka meninggalkan Fadhil sendirian dengan tubuh dan pakaian bersimbah darah.

Setelah kedua orangtuanya mengetahui kejadian itu dari cerita Fadhil, sejak saat itu Fadhil dipindahkan dan kedua orangtuanya rela meninggalkan Qatar untuk kembali ke Indonesia dan mendampingi Fadhil hingga kondisi psikologi Fadhil membaik.

Demikian, sepenggal kisah nyata yang miris sekali. Fadhil yang memiliki prestasi harus mengalami depresi akibat ulah bullying dari teman-temannya.

Apakah kisah itu bisa terulang kembali?

Kisah di atas bukan tidak mungkin untuk terjadi kembali. Atau bisa kasus bullying itu akan muncul dengan berbagai cara yang berbeda. Namun, Apa pun model dan cara yang berbeda itu, tetap saja  “BULLYING” akan merugikan dirinya sendiri dan  orang lain.

Maka, untuk semua lembaga/instansi, lebih-lebih lembaga pendidikan, waspadai tindakan bullying ini. Para guru hendaknya lebih meningkatkan kewaspadaan dan perhatian terhadap anak didiknya. Pahami segala perubahan-perubahan yang ada pada anak didik kita.

Baca juga : Mengenal Sekolah Al Ibrah

 

 

Gambar oleh <a href="https://pixabay.com/id/users/geralt-9301/?utm_source=link-attribution&amp;utm_medium=referral&amp;utm_campaign=image&amp;utm_content=7453430">Gerd Altmann</a> dari <a href="https://pixabay.com/id//?utm_source=link-attribution&amp;utm_medium=referral&amp;utm_campaign=image&amp;utm_content=7453430">Pixabay</a>
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay

 

Mengutip dari buku Cegah dan Stop Bullying Sejak Dini, bullying berasal dari bahasa Inggris yaitu bull yang berarti banteng. Secara etimologi bullying berarti penggertak, orang yang mengganggu yang lemah.

Dalam bahasa Indonesia, bullying disebut menyakat yang artinya mengusik (supaya menjadi takut, menangis, dan sebagainya), merisak secara verbal. Sementara itu, mengutip hasil ratas bullying Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying juga dikenal sebagai penindasan/risak.

Menurut Unicef, bullying bisa diidentifikasi lewat tiga karakteristik yaitu disengaja (untuk menyakiti), terjadi secara berulang-ulang, dan ada perbedaan kekuasaan.

Penyebab Bullying

Bullying bisa terjadi karena beberapa faktor. Terlepas dari apapun alasannya, tindakan bullying sangat tidak dibenarkan karena dapat merugikan korban seumur hidup. Berikut beberapa penyebab bullying:

1. Anak dengan Kontrol Diri Rendah

Pelaku bullying bisa hadir karena kontrol diri yang rendah. Mereka mungkin sebelumnya menjadi korban kekerasan, lalu menganggap dirinya selalu terancam dan biasanya bertindak menyerang sebelum diserang.

Pelaku bullying jelas tidak memiliki perasaan dan tanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan. Pembully selalu ingin mengontrol, mendominasi, dan tidak menghargai orang lain. Mereka melakukan bullying sebagai bentuk balas dendam.

Pelaku bullying jelas tidak memiliki perasaan dan tanggung jawab terhadap tindakan yang telah dilakukan. Pembully selalu ingin mengontrol, mendominasi, dan tidak menghargai orang lain. Mereka melakukan bullying sebagai bentuk balas dendam.

2. Faktor Keluarga

Kehidupan keluarga yang tidak harmonis juga bisa menjadi penyebab muncul pelaku bullying. Orang tua yang sering bertengkar dan melakukan tindakan agresif biasanya mendorong anak melakukan bullying. Orang tua seperti ini juga tidak mampu memberikan pengasuhan yang baik.

3. Ada Supporter

Teman sebaya yang menjadi supporter atau penonton membuat pelaku bullying makin menjadi-jadi. Secara tidak langsung, kehadiran suporter membantu pembully memperoleh dukungan kuasa, popularitas, dan status.

4. Kebijakan Sekolah

Kebijakan sekolah mempengaruhi aktivitas, tingkah laku, serta interaksi pelajar di sekolah. Rasa aman dan dihargai merupakan dasar pencapaian akademik yang tinggi di sekolah. Jika tidak terpenuhi, pelajar bakal bertindak semena-mena.

Mereka akan berusaha mengontrol lingkungan dengan melakukan bullying. Jadi, manajemen dan pengawasan disiplin sekolah yang lemah mengakibatkan munculnya bullying di sekolah.

5. Media Massa

Tidak sepenuhnya media massa menyajikan konten yang mendidik dan sesuai untuk umur anak. Banyak tontonan kekerasan yang muncul di media massa membuat anak terdorong untuk mencontoh dan melakukan hal serupa di sekolah. Peran orang tua di sini juga dibutuhkan untuk mengontrol konsumsi dan tontonan anak agar tak muncul bibit-bibit pem-bully.

Bahaya Bullying

Perilaku bully  bisa menimbulkan berbagai efek negatif bagi korban, antara lain:

  • Gangguan mental,
  • rasa marah yang meluap-luap,
  • depresi,
  • rendah diri,
  • cemas,
  • kualitas tidur menurun,
  • keinginan menyakiti diri sendiri, hingga bunuh diri.
  • Menggunakan obat-obatan terlarang.
  • Tidak semangat berangkat ke sekolah.
  • Prestasi belajar menurun.
  • Menarik diri dari lingkungan sosial sehingga tidak bisa berinteraksi dengan orang lain.
  • Menjadi perundung juga (bully-victim) atau melakukan balas dendam.

Korban bullying pun kerap merasa tidak aman, terutama saat berada di lingkungan yang memungkinkan terjadinya perundungan. Dampak di atas kemungkinan besar akan terbawa hingga mereka dewasa.

Bukan cuma kesehatan psikologis, efek negatif bullying juga dapat terlihat dari keluhan fisik, contohnya sakit kepala, sakit perut, otot jadi tegang, palpitasi atau jantung berdetak kencang, nyeri kronis.

Gambar oleh günter dari Pixabay

Cara Mengatasi Bullying

Cara mengatasi bullying bisa dimulai dengan langkah pencegahan dari anak, keluarga, sekolah, hingga masyarakat. Jika bullying sudah terjadi, Anda bisa mengatasinya dengan melakukan rehabilitasi. Berikut penjelasan lengkap cara mengatasi bullying:

Pencegahan

Langkah pertama adalah dengan melakukan pencegahan. Pencegahan bullying perlu dilakukan secara menyeluruh, melalui sang anak, keluarga, sekolah, hingga lingkungan masyarakat.

1. Pencegahan Melalui Anak

Pencegahan melalui anak bisa dilakukan dengan cara memberi pengetahuan tentang apa itu bullying dan pastikan anak mampu melawan tindakan bullying jika terjadi kepadanya.

Selain itu, edukasi anak agar bisa memberikan bantuan ketika melihat tindakan bullying terjadi. Misalnya dengan melerai/mendamaikan, mendukung korban agar kembali percaya diri, hingga melaporkan tindakan bullying kepada pihak sekolah, orang tua, dan tokoh masyarakat.

2. Pencegahan Melalui Keluarga

Orang tua perlu meningkatkan ketahanan keluarga, menerapkan hidup harmonis, dan memperkuat pola pengasuhan anak. Lakukan dengan cara tanamkan nilai-nilai keagamaan pada anak, memupuk rasa percaya diri hingga keberanian anak, mengajarkan etika, hingga mendampingi konsumsi internet dan bahan bacaan anak.

3. Pencegahan Melalui Sekolah

Pihak sekolah juga wajib untuk membangun lingkungan sekolah yang aman, nyaman, dan anti bullying. Ini bisa dimulai dengan menerapkan komunikasi efektif antara guru dan murid, melakukan pertemuan berkala dengan orang tua murid, hingga menyediakan bantuan kepada murid yang menjadi korban bullying.

4. Pencegahan Melalui Masyarakat

Lingkungan masyarakat juga berperan penting terhadap kondisi seseorang. Jadi, sebisa mungkin memilih dan membangun lingkungan masyarakat yang peduli terhadap perlindungan anak serta melawan keras tindakan bullying.

5. Rehabilitasi

Selanjutnya, ada tindakan rehabilitasi. Ini merupakan pendekatan pemulihan yang dilakukan kepada korban dan pelaku bullying. Langkah ini dilakukan dengan tujuan agar korban dan pelaku bisa kembali bertindak seperti yang seharusnya, sesuai norma dan aturan yang berlaku.

Langkah ini juga merupakan proses intervensi yang memberikan gambaran jelas kepada pembully bahwa tingkah laku bullying adalah tindakan yang tidak bisa dibiarkan berlaku di sekolah dan di lingkungan masyarakat manapun. Allahu a’lam bish shawab.

-Semoga Bermanfaat-

Baca juga : PPDB Al Ibrah TP. 2023-2024

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.