Siapakah Contoh Terbaik?

Oleh : Muhammad Janan (Kadiv Humas Yayasan Al Ibrah)

Segala pujian hanya milik Allah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang haq, yakni agama Islam agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama dan aneka macam kepercayaan. Cukuplah Allah sebagai saksi.

Rasa syukur kita masih berada dalam hidayah Iman dan Islam, semoga setiap tarikan dan hembusan nafas kita selalu dalam bimbingan Allah SwT. Salawat dan salam kita sanjungkan ke atas baginda Rasulullah Muhammad SAW, yang pada bulan ini menjadi bulan di mana beliau dilahirkan, menjadi berita gembira bagi seluruh alam.

Tiada amalan yang dapat mendekatkan diri kita pada Surga, melainkan telah Rasulullah ajarkan, dan tiada yang dapat menjauhkan diri kita pada siksa api Neraka, melainkan telah Rasulullah cegah, baik dalam sunnah maupun sirah keteladanannya sepanjang masa. Allahumma shalli ‘alaihi wa sallim tasliiman katsiiraa

Keteladanan Rasulullah Muhammad SAW akan selalu diajarkan oleh guru-guru kita, diwariskan dan diteladani dari generasi ke genarasi. Perilaku dan sifat beliau menjadi cerminan bagi siapapun yang menginginkan kesuksesan di dunia dan keselamatan di negeri Akhirat kelak. Keagungan dan kemulian Baginda Rasulullah disampaikan langsung oleh Allah SWT, sebagaimana dalam QS. Al-Qalam: 4,

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar memiliki budi pekerti yang agung.”

Oleh karena itu sudah sepantasnya sebagai umat Nabi Muhammad SAW kita menjadikannya sebagai suri teladan. Allah SWT berfirman:

لَّقَدْ كَانَ لَكُمْ فِى رَسُولِ ٱللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِّمَن كَانَ يَرْجُوا ٱللَّهَ وَٱلْيَوْمَ ٱلْأٰخِرَ وَذَكَرَ ٱللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21).

Keteladanan Rasulullah SAW bukan hanya terbatas untuk kalangan umat Islam saja, namun juga secara universal, sebagaimana juga disampaikan dalam QS. Al-Anbiya: 107,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِيْنَ

“Dan tidaklah Kami mengutus engkau (Muhammad) , melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107)

Rasulullah SAW  memiliki pribadi yang paripurna, sempurna dalam membangun hubungan dengan sesama maupun dengan Tuhannya. Semakin dirinci karakter utama yang Beliau miliki, semakin banyak yang luput untuk disebut. Dari sekian keteladanan yang ada, terdapat beberapa hal yang perlu kita jadikan hikmah dan bahan instropeksi.

Sebagaimana kesaksian Ummul Mukminin, Khadijah Radhiyallahu ‘anha saat mendapati Rasulullah SAW merasa khawatir ketika kembali dari Goa Hira, tepatnya setelah bertemu dengan Malaikat Jibril untuk menerima wahyu saat pertama kalinya.

Berdasarkan riwayat yang cukup panjang mengenai awal turunnya wahyu, Imam Bukhari mencantumkan di antaranya riwayat Ummul Mukminin ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha:

 

أبْشِرْ، فَوَاللَّهِ لَا يُخْزِيْكَ اللَّهُ أبَدًا؛ إنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وتَصْدُقُ الحَدِيْثَ، وتَحْمِلُ الكَلَّ، وتَقْرِي الضَّيْفَ، وتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ

“… Bergembiralah engkau. Demi Allah, Allah tidak akan mencelakakanmu selama-lamanya. Sesungguhnya engkau benar-benar seorang yang senantiasa menyambung silaturahmi, seorang yang selalu jujur kata-katanya, gemar menolong yang lemah (menanggung beban orang lain atau memberi kepada orang yang tak punya), engkau juga memuliakan tamu, serta mendukung pembela kebenaran…”.

Berdasarkan hadis tersebut, dapat kita ketahui beberapa hal mengenai kepribadian Rasulullah menurut kesaksian Ummul Mukminin Khadijah Radhiyallahu ‘anha, yakni suka menyambung tali silaturahmi; selalu jujur dan penuh kebenaran dalam perkataannya; gemar menolong yang lemah atau mau menanggung beban orang lain dan memberi makan orang miskin; memuliakan tamu; serta mendukung pembela kebenaran.

Penyebutan silaturahim ataupun silaturahmi sebenarnya tidak ada perbedaan yang signifikan, adapun yang dipilih menjadi kata baku di dalam bahasa Indonesia ialah kata silaturahmi. Istilah silaturahmi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) diartikan dengan tali persahabatan atau tali persaudaraan. Maka bersilaturahmi berarti mengikat tali persahabatan atau persaudaraan.

Era modern seperti sekarang ini bersilaturahmi jauh lebih mudah, selain akses jalan dan kendaraan yang semakin baik, juga alat komunikasi yang semakin canggih, seolah tidak ada sekat sedikitpun. Untuk itulah pada dasarnya tidak ada alasan untuk tidak menyambung hubungan kekerabatan, baik dengan teman, saudara, orangtua, maupun guru-guru kita. Manakala kita betul-betul menjadikan Rasulullah sebagai suri teladan, maka sekali-kali kita tidak akan pernah memutus tali silaturahmi.

Di samping kita juga terus berusaha untuk menjadikan setiap ucapan kita penuh dengan kejujuran dan kebenaran, bukan asal bicara tanpa sumber yang terpercaya.

Kemudian kita terus berupaya menjadi solusi atas permasalahan yang dihadapi oleh orang lain, menolong mereka yang tertindas, terzalimi, dan membutuhkan bantuan. Perlu kita tanyakan pada diri sendiri, adakah hidupku ini sudah memberi manfaat untuk orang lain?

Kita juga akan merasa senang dengan siapapun yang datang sebagai tamu, kita menjamu sebaik yang kita mampu. Serta terus menanamkan dalam sanubari kita, agar senantiasa siap sedia menjadi pembela dan pendukung kebenaran, menjadi orang yang benar, berbuat yang benar, mengajak pada kebenaran serta bersabar dalam kebenaran. Semoga kita termasuk orang yang istikomah dalam mengikuti serta meneladani pribadi Rasulullah Muhammad SAW hingga akhir hayat, aamiin.. Wallahu a’lam bish shawab

Baca juga : Mengenal Sekolah Al Ibrah

Baca juga : PPDB Al Ibrah TP. 2023-2024

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.