Sekolahku Keren, Gurunya pun Beken
Siswa dan Guru SDIT Al Ibrah yang menerapkan 5S, senyum,sapa,salam, salaman, sopan-santun

Sekolahku Keren, Gurunya Pun Beken!

Oleh : Muhammad Habibullah (Siswa SDIT Al Ibrah Gresik )

Pagi itu suara lembut terdengar di telingaku. “Apa yang menyebabkan kamu terlambat, Bib?” tanya salah satu ustadzah yang bertugas di kantor saat itu. Tentu saja pertanyaan itu membuat aku sedikit gemetar. “Siap-siap dapat hukuman, nih!” gumamku dalam hati. Karena waktu bermain dengan teman di kampungku, mereka sering menceritakan bagaimana guru di sekolahnya menghukum mereka. Ada yang tidak boleh mengikuti pelajaran hingga pelajarannya selesai, ada pula yang harus berada di kantor terus untuk menerima pertanyaan yang bertubi-tubi dari guru kesiswaannya. Bahkan ada pula yang harus membersihkan kamar mandi. “Hiii…!” Merinding juga mendengarnya. Mungkin juga kesalahan temanku itu yang sangat keterlaluan. Karena aku merasa di sekolahku tidak pernah kujumpai ustadz dan ustadzah yang seperti itu.

Tapi, hari itu ketakutanku benar-benar muncul. Karena keterlambatanku yang datang ke sekolah. Tidak hanya ukuran menit, tapi hampir satu jam lebih.

Perkenalkan, namaku Muhammad Habibullah. Aku sering dipanggil Habib. Saat ini aku duduk di kelas 6 SDIT Al Ibrah Gresik. Aku tinggal di sebuah kampung yang jauh dari sekolahku. Perjalanan menggunakan motor kurang lebih 45 menit dengan kecepatan normal. Kalau ke sekolah aku diantar oleh abiku dengan melewati rel kereta api yang melintang di jalan di sekitar Cerme. Setiap pagi, jadwal kereta api yang melewati rel tersebut tidak pernah absen. Walaupun begitu, aku dan abi tak pernah terlambat datang ke sekolah.

Entah mengapa, pagi itu pengguna jalan cukup banyak dibandingkan hari-hari biasanya, sehingga jalanan macet total.
Setelah kereta api lewat, aku pun lega bisa melanjutkan perjalanan ke sekolah. Tapi, tiba-tiba “Cessssssss”, ban belakang motor kami gembos… “Astaghfirullah…” bibirku berucap. Keputusasaan untuk ke sekolah pun muncul di benakku. Aku hampir tidak mau lagi melanjutkan ke sekolah. Bayangan hukuman dari ustadz dan ustadzah yang bertugas di kantor semakin kuat di pikiranku.

Berkat darongan dan penjelasan abi yang dengan sabar menasihatiku , aku pun memutuskan untuk tetap ke sekolah. Dan benar, akhirnya aku terlambat datang ke sekolah. Seperti biasanya, sesuai peraturan sekolah setiap siswa yang terlambat harus ke kantor terlebih dahulu untuk mengambil surat izin masuk. Di kantor sudah kulihat ustadzah yang siap menanti di sana. Kaki semakin berat melangkah ke ruangan itu. Bayangan hukuman yang begitu berat semakin memenuhi otakku. “Tapi, aku harus menjadi anak yang bertanggung jawab atas apa yang terjadi.” Gumamku dalam hati. Setelah mengucapkan salam, ku keluarkan buku penghubungku. Seperti biasanya yang dilakukan oleh ustadz dan ustadzah yang bertugas, mereka mengeluarkan secarik kertas surat izin masuk. Kertas tersebut harus diisi oleh siswa yang terlambat. Setelah aku isi, aku serahkan kembali surat tersebut. Aku pandangi gerak mata ustadzah yg sedang membaca coretanku. Pikiranku semakin tak karuan, detak jantungku semakin tak beraturan.

Tiba-tiba, suara itu terdengar kembali di telingaku. “Bib, coba kamu ceritakan kejadian yang yang kamu alami pagi ini!” suara ustadzah yang lembut di telingaku. Aku pun menceritakan peristiwa pagi itu. Selesai dengan ceritaku, ustadzah langsung membubuhkan tanda tangan di surat izin tersebut dan memberikan kepadaku. “Sekarang, Mas Habib boleh ke kelas tanpa ada konsekuensi. Adapun Ustadzah menyuruh untuk menceritakan peristiwa tadi adalah untuk melatih kamu bercerita dan sekaligus ingin tahu kejujuranmu.” jelas ustadzah yang membuat hati dan pikiranku berubah seratus delapan puluh derajat. Kesejukan merasuk ke sekujur tubuh laksana disiram air dari pegunungan.

“Terima kasih, Ustadzah…” jawabku. Inilah kenangan yang tak pernak aku lupakan selama enam tahun aku di sekolahku. Aku merasa bangga dengan sekolah dan ustadz-ustadzahku. Aku bersyukur karena Allah menempatkan aku di sekolah yang mengerti arti perhatian dan penghargaan. Yang tidak hanya memandang kesalahan dari satu sisi. Tetapi, penuh pertimbangan dari sisi yang lain. Sekolah dan guru yang mengajarkan tentang hablumminallah dan hablumminannas. Sekolahku memang keren, guru-gurunya juga beken. Terimakasih.

Karya: Muhammad Habibullah Ar Ramnany (Siswa SDIT Al Ibrah kelas 6)