KH. Hasyim Asyari
KH. Hasyim Asy'ari (sumber : Hidayatullah.com)

Pendidikan Adab Menurut KH. Hasyim Asy’ari (Pendiri NU)

Tidak banyak yang mengetahui jika KH. Hasyim Asy’ari adalah seorang tokoh pendidikan yang sangat komplit. Kebanyakan masyarakat Indonesia, baik warga Nahdatul Ulama (NU) lebih-lebih di luar NU hanya tau jika KH. Hasyim Asy’ari hanyalah seorang  ulama sekaligus aktivis. Pendiri NU ini adalah sosok pendidik yang sumbangsihnya dalam dunia pendidikan tidak bisa disepelekan.

Di tengah kurang berhasilnya–untuk tidak mengatakan gagal—sistem pendidikan di Indonesia, ada baiknya jika para pengambil kebijakan di negeri ini untuk kembali mengkaji dan menelaah pokok-pokok pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’ari.

Pendidikan yang ditawarkan oleh KH. Hasyim Asy’ari adalah pendidikan yang berbasis karakter yang sedang digembar-gemborkan oleh Menteri Pendidikan saat ini untuk dijadikan sebagai acuan dalam pembentukan karakter peserta didik. Itu artinya pemikiran pendidikan pengasas organisasi Islam terbesar di dunia ini telah melampaui zamannya. Pokok-pokok pemikiran pendidikan KH. Hasyim Asy’Ari, dapat dengan jelas diketahui dalam kitabnya, “Adabul ‘Alim wal Muta’allim. Jombang: Maktabah Turats Islamiy, 1415 H”.

Peran guru

Masalah pendidikan di negeri ini, selain kurikulum, metode juga menjadi sorotan. Ini dapat dipahami karena metode memang lebih penting dari kurikulum( Ath-thoriqah ahammu minal madah). Namun metode juga sangat tergantung pelaksanaannya pada guru, sebab guru lebih penting dari metode itu sendiri (al-mudarris ahammu min ath thariqah). Namun, roh seorang guru lebih bermakna dari jasadnya sendiri (wa ruhul mudarris ahammu min mudarris nafsuhu). Karena metode secanggih apa pun, jika berada pada guru yang tidak bersemangat akan nihil hasilnya. Prinsip keterkaitan antara kurikulum, metode,  dan guru, telah disadari pentingnya oleh Hasyim Asy’ari dan para ulama-ulama muktabar yang terjun langsung mengurus lembaga pendidikan.

Di pondok pesantren misalnya, ada prinsip bahwa metode lebih penting dari materi; guru lebih penting dari metode; dan jiwa guru lebih penting dari guru itu sendiri. Jadi selain materi dan guru, jiwa guru sangat berperang penting dalam keberhasilan pengajaran. Karena dengan jiwa keikhlasan dan pengabdiannya, guru akan dapat mewarnai murid.  Ini sesuai pendapat Sir Pency Nunn, seorang guru besar pendidikan di University of London yang mengatakan bahwa baik buruknya suatu pendidikan tergantung kebaikan, kebijakan, dan kecerdasan pendidik.

Hasyim Asy’ari, juga tampil menawarkan beberapa etika yang harus dimiliki oleh seorang pendidik sebagai bekal dalam melaksanakan tuganya, sebagaimana berikut ini: seorang guru harus senantiasa mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah); senantiasa takut kepada Allah (al-khauf ilallah); senantiasa bersikap tenang dan selalu berhati-hati (wara’); senantiasa tawadhu’, khusyuk, mengadukan segala persoalannya hanya kepada Allah; tidak menggunakan ilmunya hanya untuk meraih kepentingan dunia semata; tidak terlalu memanjakan anak didik; berlaku zuhud dalam kehidupan duniawi; menghindari berusaha dalam hal-hal yang rendah; menghindari tempat-tempat yang kotor dan tempat maksiat; senantiasa mengamalkan sunnah Nabi; istiqamah dalam membaca Al-Qur’an; selalu bersikap ramah, ceria, dan suka menaburkan salam; membersihkan diri dari segenap perbuatan yang tidak disukai oleh Allah (ijtinabul manhiyat); selalu menumbuhkan semangat untuk menambah ilmu pengetahuan; tidak menyalahgunakan ilmu dengan cara menyombongkannya; dan membiasakan diri menulis, mengarang, dan meringkas.

Baca juga : Adab Seorang Guru ketika Mengajar

Sumber : hidayatullah.com