Ketika seseorang merasa sakit atau terasa capek maka yang terlintas di benak adalah kurang gerak atau kurang olah raga. Saat menemukan balita kita badannya panas karena banyak bermain maka disimpulkan karena anak terlalu banyak bergerak. Begitulah anggapan yang selama ini sering muncul di masyarakat, bahwa gerak hanya dikaitkan dengan kesehatan fisik. Padahal sesuai hasil riset dinyatakan bahwa aktivitas gerak sangat mendukung terhadap keterampilan kognitif.
Gerak merupakan bentuk rangsangan atau stimulus agar sel otak seseorang diaktivasi. Selain itu gerak sekaligus juga sebagai indikator proses asosiasi fungsi struktur otak yang telah matang. Semakin baik dan halus serta efisien gerak yang terjadi sebagai tanda kematangan menunjukkan semakin banyak area otak yang dimanfaatkan, dan inilah yang disebut sebagai kecerdasan.
Wujud kematangan ini diawali peralihan gerak reflek pada anak menjadi gerak yang terkoordinasi. Seperti bayi yang semula kesulitan memegang benda karena masih mengandalkan gerak reflek pada tangannya yang terbatas pada gerakan ke atas dan ke bawah serta ke kanan dan ke kiri yang masih kaku. Sebagai hasil kematang fungsi otak, selanjutnya anak bisa memutar pergelangan tangan dan menggerakkan jari-jarinya menjadi semakin lentur untuk bisa memegang benda dan melakukan gerak manipulatif seperti bisa melempar dan menangkap bola, menggunting, meronce, menganyam, sampai menggambar yang kesemua kemampuan tersebut sebagai dasar anak dalam kesiapan menulis. Disinilah letak kecerdasan anak yang diperoleh dari kematangan geraknya karena telah terkendali dengan baik.
Gerak Mendukung Proses Belajar
Pada hakekatnya semua bentuk belajar akan terkait dengan kontrol gerakan. Karena itu sangat sesuai bila gerak dikatakan mendukung kecerdasan. Garcia (2017) menyatakan, ketika anak membaca, misalnya, tergantung pada perkembangan gerakan mata yang stabil. Menulis melibatkan koordinasi antara tangan dan mata, sedangkan menyalin membutuhkan penyesuaian ulang posisi kepala dan jarak fokus. Masing-masing kegiatan ini bisa menyentuh keterampilan motorik yang berbeda dan kemampuan postural. Gerakan juga merupakan komponen integral dari perilaku anak. Hanya untuk duduk saja anak-anak harus dapat menghambat gerakannya dan mempertahankan postur stabil. Postur tubuh untuk bisa duduk dalam proses belajar diantaranya dibutuhkan untuk kemampuan memperhatikan disaat guru memberi informasi terkait materi pembelajaran. Keseimbangan yang baik memungkinkan anak untuk tetap diam atas dasar landasan sempit. Bila keseimbangan tidak stabil anak cenderung untuk memperluas tumpuan, seperti duduk posisi seperti huruf W. Dalam hal ini bisa dikatakan akan ada kebutuhan konstan untuk posisi gelisah, menggeliat, dan berubah yang menjadi upaya besar bagi anak.
Selain kaitannya dengan proses belajar, gerak juga sangat dibutuhkan dalam aspek sosial, seperti dalam kemampuan komunikasi. Hingga 90 persen komunikasi didasarkan pada non-verbal dalam aspek berbahasa seperti postur, kontak gerakan, mata dan nada suara. Anak-anak yang memiliki masalah dalam mengendalikan tubuh mereka sendiri sering mengalami kesulitan membaca bahasa tubuh orang lain dan tidak tepat untuk merespon isyarat-isyarat sosial. Hal ini dapat merepotkan orang dewasa serta membuat anak sasaran empuk untuk digoda dan diintimidasi oeleh teman-temannya.
Mengingat pentingnya gerak yang terkoordinasi untuk kebutuhan belajar yang bermuara pada kecerdasan kognitif, maka orang tua maupun guru harus harus benar-benar memperhatikan perkembangan gerak anak dan memberikan stimulasi/rangsangan berupa latihan gerak. Melalui banyak latihan akan semakin banyak area otak yang dimanfaatkan sehingga menghasilkan gerak yang terkendali. Semakin baik dan halus serta efisien gerak anak berdampak semakin banyak pula kercerdasan yang ikut berkembang.
Pratiwi & Munawar (2014) dalam tulisannya menyatakan bahwa gerak berperan sebagai pintu gerbang masuknya pengetahuan dan stimulasi yang diperlukan untuk pengembangan potensi dalam diri anak. Semakin banyak anak diberi kesempatan untuk bergerak dan berlatih fisiknya terutama motorik kasarnya, akan mempermudah dalam percepatan kematangan sarafnya yang berujung pada kesiapan belajar di tahap berikutnya secara optimal dan lebih baik.
Hasil Riset Pengaruh Gerak terhadap Kecerdasan
Hasil riset yang dilakukan Gallahue & Donnelly (2007) menyatakan pentingnya pembelajaran gerak, bahwa pendidikan jasmani dalam hal ini adalah motorik kasar pada anak sebelum jenjang pendidikan dasar dapat membantu pengontrolan pengembangan emosional, menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan.
Van der Linde, dkk. (2013) dalam risetnya tentang gerak motorik halus menyatakan, bahwa Keterampilan motorik halus memiliki peran penting karena menunjang banyak keterampilan kehidupan sehari-hari seperti makan, berpakaian, dan perawatan diri. Adapaun Gaul & Issartel (2016) menguraikan bahwa keterampilan motorik halus juga akan menunjang prestasi akademik, seperti aktivitas manipulasi peralatan menulis, disaat menggunakan pensil serta aktivitas yang membutuhkan kertas dan pensil. Kedua hasil riset ini menunjukkan bahwa disamping motorik kasar, motorik halus juga sangat penting untuk membentuk anak lebih siap dalam belajar serta mandiri dalam menyelesaikan kebutuhan hariannya.
Thelen (1991); Iverson (2010) menyatakan bahwa keterampilan motorik berdampak pada kemampuan berbahasa, karena sistem motorik berhubungan dengan bahasa produktif anak usia dini. Perkembangan motorik tersebut menurut Alcock & Krawczyk (2010) menghasilkan kontrol pada organ artikulasi, yaitu kontrol terhadap oral motor yang dimulai ketika anak berusia 21 bulan sehingga menghasilkan kemampuan berbahasa lisan yang berlangsung secara bersamaan setelah mengendalikan kemampuan kognitif. Merujuk beberapa pendapat tersebut, maka latihan gerak akan berperan juga untuk mengendalikan otot-otot halus yang ada di area wajah termasuk organ artikulasi guna kepentingan anak melakukan komunikasi.
Beberapa hasil riset diatas menunjukkan bahwa kemampuan gerak melibatkan kerjasama jaringan saraf yang kompleks. Menurut Suyadi (2014) termasuk juga mengintegrasikan sensor keseimbangan yang terletak pada telinga dalam, serta sinyal output yang dikirim melalui otot-otot tangan dan kaki dalam bentuk stimulasi dari luar.
Apa kaitan latihan fisik motorik bagi peningkatan kinerja otak?
Mengacu pada hasil riset terbaru yang mengindikasikan bahwa otak kecil (cerebelum) yang berfungsi pengontrol motorik juga bertindak mendukung fungsi limbik (pengatur fokus perhatian dan pengontrol denyut) serta mendukung proses kognitif pada lobus frontal. Hasil studi ini menggeser riset lama yang menyatakan bahwa peran otak kecil terbatas untuk mengoordinasikan gerakan tubuh bersama korteks motorik.
Fitri (2017) menyatakan bahwa latihan fisik sederhana dapat meningkatkan jumlah pembuluh darah kapiler kedalam otak yang berperan mempermudah transportasi darah ke otak sehingga jumlah oksigen yang dibutuhkan otak sebagai bahan bakar bisa meningkat. Konsentrasi oksigen mempengaruhi kemampuan otak dalam kinerjanya. Hasil riset menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah oksigen dalam darah di otak akan semakin meningkatkan kinerja kognitif. Anak akan mampu menghafal lebih banyak, dan lebih cepat mengerjakan tugas visual dan spasial.
Pada saat berjalan, otak kecil, korteks motorik, dan otak tengah bekerja sama untuk mengordinasikan gerakan tubuh yang diperlukan untuk berjalan. Ketiga komponen otak ini saling mengkoordinasi dan menstimulasi jalan pikiran dengan memacu neuron agar menghidupkan sinyal ke seluruh jaringan. Karenanya terkadang bisa muncul ide kreatif saat berjalan santai. Untuk meningkatkan kualitas belajar dan meningkatkan kemampuan berpikir kreatif selayaknya kegiatan pembelajaran tidak hanya dengan duduk melainkan ada aktifitas gerak fisik sehingga mengoptimalkan kinerja lobus frontal sebagai otak berpikir. (*)
*Oleh: Ruqoyyah Fitri, S.Ag., M.Pd (Konsultan Kurikulum Al Ibrah)