
“Barangsiapa ingin melihat seseorang dari ahli Surga, hendaklah ia melihat ‘Urwah bin az-Zubair.” (Abdul Malik bin Marwan)
‘Urwah bin Az Zubair dilahirkan setahun sebelum berakhirnya kekhilafahan Umar Al Faruq, di dalam keluarga paling terpandang dan terhormat kedudukannya dari sekian banyak keluarga-keluarga kaum muslimin.
Ayahnya adalah Az Zubair bin Al ’Awwam, sahabat dekat dan pendukung Rasulullah SAW, orang pertama yang menghunus pedang di dalam Islam dan salah satu dari sepuluh orang yang dijanjikan masuk surga.
Ibunya bernama Asma` binti Abu Bakar yang bergelar berjuluk “Dzatun Nithaqain” (Pemilik dua ikat pinggang) . Hal ini karena dia merobek ikat pinggangnya menjadi dua pada saat hijrah, salah satunya dia gunakan untuk mengikat bekal Rasulullah SAW dan yang satu lagi dia gunakan untuk mengikat bekal makanannya.
Kakeknya pancar (dari pihak) ibunya tidak lain adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, Khalifah Rasulullah SAW dan sahabatnya ketika berada di dalam Goa Tsur. Neneknya pancar (dari pihak) ayahnya bernama Shafiyyah binti Abdul Muththalib bibi Rasulullah SAW sedangkan bibinya adalah Ummul Mukminin ‘Aisyah RA. Pada saat jenazah ‘Aisyah dikubur, ‘Urwah sendiri yang turun ke kuburnya dan meratakan liang lahadnya dengan kedua tangannya.
Dia banyak sekali mentransfer riwayat dari bibinya, ‘Aisyah Ummul Mukminin sehingga dia menjadi salah satu dari tujuh Ahli fiqih Madinah (al-Fuqahâ` as-Sab’ah) yang menjadi rujukan kaum muslimin di dalam mempelajari agama mereka.
Para pejabat yang shaleh meminta bantuan mereka di dalam mengemban tugas yang dilimpahkan Allah kepada mereka terhadap urusan umat dan negara.
Di antara contohnya adalah tindakan Umar bin Abdul Aziz ketika datang ke Madinah sebagai gubernurnya atas mandat dari Al Walid bin Abdul Malik. Orang-orang datang kepadanya untuk menyampaikan salam.
Ketika selesai melaksanakan shalat dhuhur, dia memanggil sepuluh Ahli fiqih Madinah yang diketuai oleh ‘Urwah bin Az Zubair. Ketika mereka sudah berada di sisinya, dia menyambut mereka dengan sambutan hangat dan memuliakan tempat duduk mereka.
Kemudian dia memuji Allah ‘Azza wa Jalla dan menyanjung-Nya dengan sanjungan yang pantas bagi-Nya, lalu berkata,“Sesungguhnya aku memanggil kalian semua untuk sesuatu yang kiranya kalian semua diganjar pahala karenanya dan menjadi pendukung-pendukungku dalam berjalan di atas kebenaran. Aku tidak ingin memutuskan sesuatu tanpa pendapat kalian semua, atau pendapat orang yang hadir dari kalian-kalian semua. Jika kalian semua melihat seseorang menyakiti orang lain, atau mendengar suatu kedzaliman dilakukan oleh pegawaiku, maka demi Allah, aku meminta agar kalian melaporkannya kepadaku.”
Maka ‘Urwah bin Az Zubair mendo’akan kebaikan baginyanya dan memohon kepada Allah agar menganugerahinya ketepatan (dalam bertindak dan berbicara) dan mendapatkan petunjuk.